Saturday, August 13, 2016

Penyebab Obesitas Pada Anak Yang Harus Anda Tau



sebab obesitas pada anak
Penyebab Obesitas Pada Anak, Kata ‘OBESITAS’ pasti udah gak asing lagi ya terdengar oleh telinga kalian. Seperti peristiwa obesitas yang sekarang sedang menjadi pembicaraan hangat di media-media, baik media televisi, koran, radio, dll. Dialah Arya, bocah 10 tahun, mengalami obesitas yang benar-benar ekstrim. Bayangkan guys, umur segitu berat badannya mencapai 190 kg. Kok bisa ya? (pasti banyak tanda tanya deh diatas kepala kalian, hehe). Faktor apa sih yang menyebabkan arya bocah 10 tahun tersebut menderita obesitas ekstrim ini?. Nah, sebelum itu mimin jabarin dulu ya apa sih definisi obesitas itu sebenarnya.


A.      DEFINISI OBESITAS

 Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style. 

Obesitas secara umum didefenisikan sebagai peningkatan berat badan yang disebabkan oleh meningkatnya lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas sering dihubungkan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m2). Anak dengan IMT ≥ persentil (P) 85 diklasifikasikan sebagai berat badan lebih dan IMT ≥ P 95 diklasifikasikan sebagai obesitas. Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Kelebihan ini disebabkan banyaknya makanan yang masuk dibandingkan energi yang dikeluarkan. BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya dibandingkan dengan ketentuan berikut : 

Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 = Obesitas

Dikutip dari buku obesitas terbitan Ikatan dokter Indonesia (IDI), Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein).

Masih bersumber dari buku obesitas tersebut, dikatakan bahwa lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifikasi mana yang dapat digunakan sebagai uji tapis obes itas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis kembali dan selanjutnya diklasifikasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC 2000, IOTF, dan WHO 2006.

B.       DATA PERSENTASE OBESITAS PADA ANAK

Di negara berkembang, jumlah anak remaja dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia, yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa. Kejadian overweight dan obesitas di Negara Malaysia sebesar 20,7% dan 5,8% tahun 1996 dan meningkat menjadi 47,9% dan 16,3% pada tahun 2006. Di Filipina, prevalensi overweight dan obesitas pada tahun 1998 sebesar 15,8% dan 2,7%, meningkat menjadi 24% dan 4,3% pada tahun 2006 (Hadi, 2005; WHO, 2008). 

Nah, seperti penelitian obesitas yang dilakukan di Malaysia, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi kegemukan di Indonesia mencapai 9,2% pada anak usia 6-12 tahun. Kegemukan, baik pada kelompok anak-anak maupun dewasa, meningkat hampir satu persen setiap tahunnya. Pada tahun 2010, prevalensi secara nasional di Indonesia adalah 14,0%, terjadi peningkatan yang bermakana dibandingkan prevalensi kegemukan tahun 2007, yaitu 12,2% (Balitbangkes, 2010).

Wah kasus obesitas ini cukup menggelisahkan para orang tua ya guys. Menggelisahkan, karena di zaman sekarang yang notabene banyak produk-produk yang instan membuat kita lebih mudah dan cepat terkena obesitas. Nah itu bisa jadi terjadi pada adik-adik kita atau bahkan kita sendiri.

C.      FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB OBESITAS PADA ANAK
Kalo bicara tentang faktornya nih cukup banyak guys. Menurut artikel tentang Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar, oleh Ayu Aprilia, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, banyak faktor yang dapat menyebabkan obesitas pada anak-anak. Nah akan mimin kupas satu persatu ya, let’s check ;

1.         Faktor genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila sal ah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 % dan bila kedua orang tua tidak obesitas kejadian obesitas, prevalensi menjadi 14 %.
2.         Faktor lingkungan
Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50 % dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai resiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan resiko obesitas yang rendah (OR: 0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olahraga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olahraga tim dan tenis tidak menunjukkan berat badan yang signifikan.
3.         Faktor nutrisional
Peranan faktor nitrisi dimulai sejak kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi yang mengandung energi tinggi seperti makanan fast food alias cepat saji
4.         Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi

Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang (Wirakusumah, 2003). Data yang telah disebutkan diatas menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik anak, seperti ke sekolah dengan kendaraan, kurangnya aktivitas bermain dengan teman, serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah, sehingga anak lebih sering bermain komputer, video games, dan menonton televisi. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa anak dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki resiko kegemukan sebesar 5.3 kali lebih besar daripada anak dengan lama menonton 2 jam per hari (Hidayati, dkk, 2006)









Admin
Kesehatan Pria Dan Wanita Updated at: 8:13 AM