Penyebab Obesitas Pada Anak, Kata ‘OBESITAS’
pasti udah gak asing lagi ya terdengar oleh telinga kalian. Seperti peristiwa
obesitas yang sekarang sedang menjadi pembicaraan hangat di media-media, baik
media televisi, koran, radio, dll. Dialah Arya, bocah 10 tahun, mengalami
obesitas yang benar-benar ekstrim. Bayangkan guys, umur segitu berat badannya mencapai
190 kg. Kok bisa ya? (pasti banyak tanda
tanya deh diatas kepala kalian, hehe). Faktor apa sih yang menyebabkan arya
bocah 10 tahun tersebut menderita obesitas ekstrim ini?. Nah, sebelum itu mimin
jabarin dulu ya apa sih definisi obesitas itu sebenarnya.
A.
DEFINISI
OBESITAS
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan
energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi
disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan
pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan sedentary
life style.
Obesitas secara umum
didefenisikan sebagai peningkatan berat badan yang disebabkan oleh meningkatnya
lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas sering dihubungkan dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dimana berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m2). Anak dengan IMT ≥
persentil (P) 85 diklasifikasikan sebagai berat badan lebih dan IMT ≥ P 95
diklasifikasikan sebagai obesitas. Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang
anak yang mempunyai kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30.
Kelebihan ini disebabkan banyaknya makanan yang masuk dibandingkan energi yang
dikeluarkan. BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya
dibandingkan dengan ketentuan berikut :
Nilai BMI < 18,5 =
Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 =
Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 =
Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 =
di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 =
Obesitas
Dikutip dari buku obesitas terbitan Ikatan dokter Indonesia (IDI), Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara
asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures), sehingga
terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau
keluaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi
makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh
rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan
yang ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis
lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan
karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein
(25% dari total energi yang dihasilkan protein).
Masih
bersumber dari buku obesitas tersebut, dikatakan bahwa lemak tubuh yang
berlebihan pada obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko kesehatan,
khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks massa tubuh (IMT) dan pengukuran
berat badan terhadap tinggi badan merupakan metode yang berguna untuk menilai
lemak tubuh dan diukur dengan cara berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat
dari tinggi badan (dalam meter).
Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah
berdasarkan grafik indeks massa tubuh (grafik IMT) berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Saat ini ada tiga klasifikasi yang digunakan untuk anak dan remaja
yaitu CDC 2000 (Center for Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International
Obesity Task Force), dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan
hal tersebut dan untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifikasi
mana yang dapat digunakan sebagai uji tapis obes itas, maka data Riskesdas 2010
tersebut dianalisis kembali dan selanjutnya diklasifikasi menggunakan grafik
IMT berdasarkan CDC 2000, IOTF, dan WHO 2006.
B. DATA
PERSENTASE OBESITAS PADA ANAK
Di negara
berkembang, jumlah anak remaja dengan overweight terbanyak berada di
kawasan Asia, yaitu 60% populasi atau sekitar 10,6 juta jiwa. Kejadian overweight
dan obesitas di Negara Malaysia sebesar 20,7% dan 5,8% tahun 1996 dan
meningkat menjadi 47,9% dan 16,3% pada tahun 2006. Di Filipina, prevalensi overweight
dan obesitas pada tahun 1998 sebesar 15,8% dan 2,7%, meningkat menjadi 24%
dan 4,3% pada tahun 2006 (Hadi, 2005; WHO, 2008).
Nah,
seperti penelitian obesitas yang dilakukan di Malaysia, menunjukkan bahwa
prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8%
pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi kegemukan di Indonesia mencapai 9,2% pada
anak usia 6-12 tahun. Kegemukan, baik pada kelompok anak-anak maupun dewasa,
meningkat hampir satu persen setiap tahunnya. Pada tahun 2010, prevalensi
secara nasional di Indonesia adalah 14,0%, terjadi peningkatan yang bermakana
dibandingkan prevalensi kegemukan tahun 2007, yaitu 12,2% (Balitbangkes, 2010).
Wah kasus obesitas ini cukup menggelisahkan para orang tua ya guys.
Menggelisahkan, karena di zaman sekarang yang notabene banyak produk-produk
yang instan membuat kita lebih mudah dan cepat terkena obesitas. Nah itu bisa
jadi terjadi pada adik-adik kita atau bahkan kita sendiri.
C.
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB OBESITAS PADA ANAK
Kalo bicara tentang faktornya nih cukup banyak guys.
Menurut artikel tentang Obesitas Pada
Anak Sekolah Dasar, oleh Ayu Aprilia, Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, banyak faktor yang dapat menyebabkan obesitas pada anak-anak. Nah akan
mimin kupas satu persatu ya, let’s check
;
1.
Faktor genetik
Parental fatness
merupakan faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas,
80% anaknya menjadi obesitas; bila sal ah satu orang tua obesitas, kejadian
obesitas menjadi 40 % dan bila kedua orang tua tidak obesitas kejadian
obesitas, prevalensi menjadi 14 %.
2.
Faktor lingkungan
Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50 %
dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan
hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu
dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai resiko peningkatan berat badan
sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan resiko obesitas yang rendah (OR:
0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olahraga, sedang penelitian di
Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik
(OR: 0,59), tetapi untuk olahraga tim dan tenis tidak menunjukkan berat badan
yang signifikan.
3.
Faktor nutrisional
Peranan faktor nitrisi
dimulai sejak kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi
dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi
oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari
karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi yang mengandung energi
tinggi seperti makanan fast food
alias cepat saji
4.
Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan,
sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
Gaya hidup yang kurang
menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang
(Wirakusumah, 2003). Data yang telah disebutkan diatas menunjukkan bahwa
beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada
penurunan aktivitas fisik anak, seperti ke sekolah dengan kendaraan, kurangnya
aktivitas bermain dengan teman, serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan
anak-anak bermain di luar rumah, sehingga anak lebih sering bermain komputer, video
games, dan menonton televisi. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa anak
dengan lama waktu menonton televisi 5 jam per hari, memiliki resiko kegemukan
sebesar 5.3 kali lebih besar daripada anak dengan lama menonton 2 jam per hari
(Hidayati, dkk, 2006)